Pengertian Down Syndrome dan Tanda-Tandanya
Anak yang menyandang down syndrome terlihat khas pada mukanya yang
seperti orang mongol (mongoloid). Begitu juga dengan anak kami yang
mukanya mongoloid, jauh berbeda dari wajah kakaknya dulu ketika lahir.
Mungkin wajahnya memang tak mirip dengan kami, orang tuanya. Wajahnya
lebih mirip dengan anak-anak DS lainnya, makanya seringkali DS ini
disebut dengan ‘kembar seribu’. Meski demikian, tiap-tiap anak DS tetap
mendapatkan gen dari orang tuanya, jadi kalau diperhatikan wajah mereka
juga tidak lantas sama persis. Masih ada bagian-bagian yang mirip dengan
orang tua masing-masing.
Kali ini saya akan memaparkan sekelumit pengetahuan tentang down
syndrome, tentunya berdasarkan literatur yang saya peroleh dari GP
(General Practitioner) kami sewaktu kontrol kehamilan dulu.
Dalam sebuah literatur yang dikeluarkan oleh The Centre for Genetics
Education, diterangkan secara jelas sejarah penamaan Down Syndrome. Pada
tahun 1866 seorang dokter bernama John Langdon Down memiliki sejumlah
pasien yang memiliki fitur muka yang terlihat mirip. Sekilas wajah
mereka datar dengan lidah tebal dan hidung pendek (pesek). Dulu, karena
wajah mereka seperti orang Mongolia, maka disebut Mongolisme. Sekarang,
sebutannya lebih mengacu kepada penemunya yaitu dokter Down, dengan nama
yang lebih popular: Down Syndrome atau trisomi 21. Untuk sebutan yang
terakhir ini akan saya jelaskan kemudian.
Kata ‘syndrome’ sendiri berarti sebuah kondisi yang dapat dikenali dari
sejumlah penampakan yang terjadi secara bersamaan. Pada kasus Down
Syndrome, penyandangnya dapat dikenali dari cirri-cirinya sebagai
berikut:
- Otot-otot yang lemah, atau sering disebut floppy baby
- wajah datar, dengan mata yang agak miring ke atas serta dahi lebar
- hidung pendek (pesek)
- lidah tebal dengan mulut kecil (akibatnya mulut bayi menganga dengan lidah menjulur keluar)
- telinga kecil dan letaknya agak rendah
- leher yang lebih lebar dari ukuran normal
- telapak tangan hanya mempunyai satu garis tangan (kadang-kadang)
- jari-jari tangan pendek dan jari kelingking hanya ada dua ruas dan melengkung ke dalam
- ada jarak lebar antara jempol dan jari yang berdekatan
(jempol dan jari telunjuk), baik pada kaki (sandal gap) maupun tangan
- rambut tipis dan jarang
Ciri-ciri tersebut dapat ada semua atau hanya beberapa saja. Anak kami
alhamdulillah pada telapak tangannya masih terbentuk letter M, seperti
anak normal dan jari kelingkingnya ada tiga ruas. Anak yang terlahir
dengan down syndrome biasanya juga memiliki penyakit jantung bawaan yang
merupakan penyebab utama sebagian bayi DS meninggal di dalam kandungan
ataupun sesaat setelah dilahirkan. Sedangkan bayi DS lain tetap hidup
bahkan sampai usia lebih dari 25 tahun karena kondisi jantungnya sehat.
Kelainan lain yang diderita adalah kelainan pada penglihatan,
pendengaran, dan beberapa di antaranya juga menderita kelainan pada
pencernaan. Selain itu, penyandang down syndrome juga menderita
keterlambatan, sehingga mereka belajar lebih lambat dari anak-anak lain
seusianya.
Melihat ciri-ciri fisik sesaat setelah kelahiran, biasanya dokter sudah
akan mendiagnosa bahwa bayi tersebut down syndrome. Namun untuk lebih
yakinnya, perlu diadakan tes kromosom. Tes inilah yang akan memberikan
kepastian apakah si bayi benar-benar down syndrome.
Sedikit bercerita, bahwa tubuh manusia normal memiliki 23 pasang
kromosom atau 46 kromosom dalam setiap sel di tubuhnya, kecuali sel
kelamin yang berjumlah 23 buah kromosom. Pada kasus down syndrome,
kromosom nomor 21 tidak berjumlah sepasang, melainkan terdapat tiga
buah. Inilah yang kemudian memunculkan istilah trisomi 21.
Gambar berikut adalah karyotype pada kromosom normal dan gambar kedua adalah karyotype pada kromosom dengan trisomi 21.
Karyotype kromosom normal
Karyotype kromosom trisomi 21
Pada gambar di atas (di dalam lingkaran merah) terlihat bahwa terdapat
ekstra copy pada kromosom 21. Inilah yang menyebabkan seseorang
menyandang Down Syndrome. (Gambar dari
http://www.miscarriage.com.au/Pregna...1/Default.aspx)
Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Pada proses pembuahan normal, sel sperma yang berjumlah 23 kromosom
bergabung dengan sel telur yang juga berjumlah 23 kromosom, sehingga
terbentuklah bakal bayi dengan total kromosom 46 buah. Kadang-kadang,
dalam proses pembentukan sperma atau sel telur, terjadi ‘kesalahan’ yang
menyebabkan pembelahan sel tidak sempurna. Akibatnya, sel sperma atau
sel telur hanya memiliki 22 kromosom saja, sedangkan sel lain memiliki
24 kromosom. Apabila sel dengan 24 kromosom ini bergabung dengan sel
normal yang memiliki 23 kromosom, maka jadilah individu dengan total
kromosom 47 buah dan dikatakan menyandang down syndrome.
Tipe-Tipe Down Syndrome
Data menunjukkan, 1 dari 660 bayi terlahir dengan down syndrome. Ekstra
copy kromosom pada bayi down syndrome dapat berasal baik dari sel sperma
maupun sel telur. Penelitian menyebutkan, sekitar 88% kelebihan
kromosom berasal dari sel telur, sebanyak 8% dari sel sperma, dan 2%
dari kesalahan pembelahan sel yang terjadi setelah sel telur bergabung
dengan sel sperma (proses fertilisasi).
Penelitian menunjukkan bahwa pada ibu hamil yang berusia lebih dari 35
tahun akan beresiko lebih tinggi memiliki bayi down syndrome, karena
semakin tua sel telur, maka semakin besar peluangnya untuk terjadi
peristiwa non-disjunction atau gagal membelah. Walaupun pada
kenyataannya banyak juga wanita muda yang melahirkan bayi down syndrome.
Saya adalah salah satu ibu muda yang ‘kebagian’ jatah tersebut. Usia
saya waktu melahirkan anak kedua saya yang down syndrome adalah 24
tahun. Usia yang muda bukan? Padahal dalam sebuah data Estimating a
woman’s risk of having pregnancy associated with down syndrome using her
age and serum alphafetoprotein level oleh peneliti Cuckle HS, Wald NJ,
dan Thompson SG (1987), disebutkan pada usia saya yaitu dalam range usia
20-24 tahun, kemungkinan melahirkan bayi down syndrome adalah 1 dari
1474 kelahiran. Sungguh kecil kemungkinannya, namun nyatanya bisa saja
terjadi. Qadarullaah, saya termasuk yang satu bagian itu. Allah Maha
Kuasa Atas Segala Sesuatu. Ilmu manusia yang sedikit sampai hari ini
belum mampu menemukan penyebab pasti mengapa kesalahan pembelahan sel
dapat terjadi yang akhirnya membentuk bakal bayi down syndrome. Sebagian
hanya mengira-ira, mungkin akibat radiasi. Namun bila melihat ke
belakang, saya tak pernah sekalipun terkena radiasi pada saat hamil
kedua. Justru saya yang orang kimia lebih sering berkutat di lab saat
kehamilan anak saya yang pertama. Alhamdulillah, anak pertama saya
terlahir normal dan sehat.
Deteksi Dini Down Syndrome
Down Syndrome tidak bisa dicegah, namun dapat dideteksi sejak kehamilan.
Dulu, saat kehamilan anak DS ini, kami sempat ditawari untuk deteksi
anak kami di usia kehamilan sekitar 10 minggu. Kami menolaknya, karena
dulu kami beranggapan bahwa down syndrome adalah penyakit keturunan,
sedangkan di keluarga kami berdua (saya dan suami) tidak ada yang
menyandang down syndrome. Nyatanya DS bukanlah penyakit keturunan, pun
juga bukan penyakit menular karena seperti yang telah dijelaskan bahwa
DS adalah penyakit karena kelainan genetik. Suami saya juga sempat
bertanya saat itu, bila memang terjadi kecacatan bawaan pada bayi kami,
apa tindakan yang dilakukan? Bidan wanita tersebut menjawab, “You can
continue the pregnancy or terminate it.” Kami bisa memilih apakah ingin
meneruskan kehamilan atau menggugurkannya. Opsi kedua sangat
mengejutkan.
Ya begitulah, meski bisa dideteksi sejak di kandungan, kita tak bisa
bertindak apa-apa bila ternyata bayi kita mempunyai tanda-tanda DS. Mau
tidak mau kita harus meneruskan kehamilan itu. Mengggugurkannya jelas
tidak diperbolehkan dalam syari’at karena termasuk membunuh jiwa-jiwa
yang diharamkan untuk membunuhnya. Dosa besar bagi pelakunya.
Kembali kepada bahasan, bahwa deteksi dini down syndrome dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut, baik berupa screening test maupun
diagnostic test:
1. Screening Test
Maternal Serum (tes darah ibu)
Dilakukan pada kehamilan 15-17 minggu dengan cara mengambil darah ibu
untuk dilakukan pengecekan terhadap protein ibu (AFP atau
alfa-Fetoprotein). Tes ini berguna untuk mengetahui resiko kelainan
kecacatan tulang belakang (neural tube effect) seperti spina bifida dan
down syndrome. Pada kasus spina bifida (tidak menyambungnya ruas-ruas
tulang belakang) biasanya terjadi karena pada saat kehamilannya, si ibu
kurang mengonsumsi makanan yang mengandung asam folat.
2. Diagnostic Test
Beberapa macam diagnostic test adalah sebagai berikut:
Nuchal Translucency Ultrasound
Dilakukan ketika kehamilan berusia 10,5–13,5 minggu. Tes ini merupakan
tes USG yang difokuskan untuk mengukur kedalaman cairan pada suatu
tempat di belakang leher bayi. Tes ini biasanya diikuti oleh tes khusus
dengan mengambil darah ibu untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Tes ini berguna untuk mendeteksi bayi down syndrome dan bayi dengan
kelainan kromosom lainnya.
Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dilakukan pada usia kehamilan 11-12 minggu. Tes ini dilakukan dengan
memasukkan pipa yang sangat kecil ke rahim, lalu diambil sejumlah kecil
jaringan sel pada plasenta yang kemudian dapat menunjukkan apakah ada
kelainan kromosom pada janin. Tes ini beresiko menyebabkan keguguran
dengan persentase sekitar kurang dari 1%.
Amniocentesis
Diagnosa yang dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu ini dilakukan
dengan cara memasukkan jarum yang sangat kecil ke bagian dinding perut
hingga masuk ke rahim untuk mengambil cairan ketuban yang menyelimuti
janin. Tes ini beresiko menyebabkan keguguran dengan persentase sekitar
kurang dari 1%.
Lalu untuk apa kita mengambil opsi deteksi dini, jika nantinya juga
harus meneruskan kehamilan? Dengan deteksi dini, setidaknya persiapan
kita akan lebih matang ketika anak kita benar-benar mempunyai
tanda-tanda DS. Salah seorang teman di Sydney yang juga memiliki anak DS
pernah bercerita, bahwa mereka juga mendeteksi bayinya itu dan terdapat
tanda DS. Walaupun setelah lahir perasaan tetap terpukul karena bayi
mereka benar-benar DS, namun mereka lebih siap ilmu karena telah
mempersiapkan banyak hal dalam mengahdapi bayi DS yang memang berbeda
dengan bayi-bayi normal pada umunya.
Mereka Bukan Produk Gagal
Sudah dipaparkan di atas, bahwa terbentuknya bakal bayi penyandang down
syndrome ini menurut ilmuwan karena beberapa ‘kesalahan’ sewaktu
pembentukan sel telur atau sperma, serta kesalahan saat pembuahan. Namun
sampai saat ini, penyebab terjadinya kesalahan pembelahan tersebut
belum bisa diketemukan.
Allah Maha Mengatur segalanya. Sebagaimana Allah menuntun sel sperma
untuk bisa menembus dinding sel telur, pun ketika terjadi penambahan
kromosom pada kromosom 21, adalah sesuai dengan kehendak-Nya. Allah
tidak akan salah dalam menciptakan makhluknya. Allah mencipta makhluknya
dengan hikmah. Maka segala yang tercipta dari Tangan-Nya benar-benar
sempurna, tiada yang bisa disebut gagal.
Maka selayaknyalah kita kita tidak mencampakkan mereka, para penyandang
down syndrome. Tak perlu kita meremehkan mereka karena keterbelakangan
mentalnya. Tak layak kita menghina mereka karena akalnya yang tidak bisa
seperti orang normal pada umumnya. Seharusnya mereka justru mampu
membuat kita menjadi lebih bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan
kepada kita berupa kelebihan-kelebihan yang mungkin tak mereka punya.
Kecerdasan akal, kesempatan-kesempatan yang lebih luas untuk dapat
berprestasi, dan lain sebagainya.
Perkembangan Bayi DS
Bayi dengan down syndrome memang berbeda dari bayi-bayi normal lain
bahkan sejak awal-awal kelahirannya. Banyak bayi DS yang ketika lahir
hanya menangis dengan meringkik dan tidak keras. Hal ini karena saluran
tenggorokannya memang sempit sehingga anak DS akan jarang menangis, juga
sulit berkata-kata.
Bayi kami di awal-awal kelahirannya adalah bayi yang gemar tidur. Salah
satu perawatnya ketika bayi kami dirawat di NCC (Newborn Care Center)
dulu pernah menjulukinya sebagai ‘sleeping beauty’. Bayi dengan DS
memang agak lemah fisiknya, jadi waktu akan banyak tersita untuk tidur.
Kemampuan menyusunya di awal-awal kehidupannya juga lemah. Jadi bayi
kami terpaksa mendapatkan susu dari selang kecil yang dimasukkan dari
hidungnya. Selang itu tetap terpasang hingga kurang lebih sepekan
usianya, saat ia sudah mulai mau minum dari botol dan juga banyak
menghisap ASI secara langsung. Bila sedang menghisap ASI dan tiba-tiba
alirannya deras, bayi DS biasanya akan melepas puting dan berhenti
menyusu sejenak. Hingga usianya yang hampir setahun, bayi kami masih
seperti itu.
Seiring bertambahnya usia, anak kami pun mengurangi porsi tidurnya.
Waktunya, seperti halnya bayi-bayi lainnya, banyak digunakan untuk
bergerak. Sedikit berbeda dengan bayi lain, gerakan motorik kasar maupun
motorik halusnya juga relatif lambat. Bayi lain yang sudah tengkurap di
usia tiga bulan, maka bayi DS baru bisa melakukannya di usia lima atau
bahkan hingga delapan bulan. Namun demikian, tidak semua bayi DS
terlambat dalam perkembangan motorik kasar, yang sudah bisa tengkurap di
usia tiga bulan pun ada. Untuk kemampuan motorik lainnya juga sama, ada
yang cepat ada yang lambat. Berjalan misalnya, berdasarkan info di
sebuah milis down syndrome, bayi DS akan berjalan sedini 1,5 tahun dan
paling lambat hingga tiga tahun. Semua itu tergantung dari stimulasi
orang tua kepada anaknya dan juga kemauan si anak sendiri. Kadang-kadang
masalah kesehatan juga dapat menjadi faktor terlambatnya beberapa
kemampuan motorik.
Jika melihat dari pertumbuhannya yang relatif lebih lambat dari
anak-anak seusianya, maka banyak anak DS yang relatif lebih pendek
badannya daripada anak lain seusianya. Kebanyakan bayi DS lahir dengan
berat kecil dan pendek. Walaupun ada juga yang malah lebih besar dari
bayi normal lain, seperti anak salah seorang teman yang lahir kalau
tidak salah dengan berat 4 kilo dan panjang 54 cm! Biasanya ibu-ibu
banyak yang sangat ‘memperhatikan’ berat dan panjang lahir, sehingga
bila melihat bayi lahir kecil dan pendek lalu suka
disbanding-bandingkan.
Apa pun kondisi anak kita dan sekecil apa pun progress perkembangannya,
hendaklah kita mensyukurinya. Saya pun masih berusaha untuk mensyukuri
setiap hal yang dapat dilakukan anak kami, walaupun terasa sangat lambat
dibandingkan dengan bayi lainnya. Anak kami baru tengkurap pertama kali
di usianya 4 bulan 9 hari. Ketika itu hanya tiga kali saja dia
memamerkan aksi tengkurapnya. Setelah itu dia tidak tengkurap lagi, dan
baru mau ‘beraksi’ kembali di usia lima bulan.
Untuk stimulasi terbaik anak DS, serutin mungkin harus dilakukan
berbagai macam terapi. Berikut ini terapi yang dilakukan untuk
menstimulasi anak DS.
Sumber:
http://ibuhamil.com/diskusi-umum/53757-ciri-melahirkan-bayi-down-syndrom.htmlLike us:
IbuHamil.com on Facebook -
@infoibuhamil on Twitter